Daftar Isi [Tampil]
Mungkin dalam waktu dekat kau
akan kubiasakan tak lagi hinggap di dalam kepala, tak lagi muncul tiba-tiba di
halaman ingatan dengan semua tentang kita. Ada yang perlu kuselamatkan lebih
dulu daripada rasa sakitku sendiri—hati. Tidak usah beranggapan aku akan
melangkah jauh. Kau tak akan pernah paham bagaimana sulitnya mempercayai bahwa
apa yang sudah ku sanggupkan menjadi sungguh akhirnya rapuh di seluruh.
Aku
juga tak akan pernah memintamu untuk menjauh. Cukup dengan tak hadir kembali di
depanku, bercerita perihal perasaan dan semua yang pernah terjadi dulu. Aku tak
ingin mengenangnya. Sama hal dengan aku tak ingin lagi bertanya perihal
kabarmu. Sebab tahu keberadaanmu kurasa tak lagi perlu.
Meleburkan
diriku dalam keramaian, berusaha membunuh hampa yang terjadi setelah kita
tiada. Kupikir satu-satunya cara agar sepi itu tak terlalu kurasa. Hingga aku
mendapatkan lagi kenyaman dirikutanpa hal-hal yang membelenggu oleh sebab
ulahmu Tanpa adalagi sepotong kenang yang menghampar di luas rindu.
Sungguh, aku
ingin sesegera mungkin lepas dari segalamu yang masih saja hidup di tubuhku
dengan utuh. Terlalu mudah bagiku menuangkannya ke dalam kata-kata. Sementara
nyatanya, segalanya adalah dusta. Bahkan pada huruf-huruf yang tercipta, segala
tentangmu datang menemuiku. Menyuguhkan kembali rasa sepi. Kemudian rindu yang
semakin menjadi datang menghampiri. Mungkin ada yang lupa aku pahami. Semakin
aku berusaha pergi, luka itu terkoyak kembali. Satu-satunya cara yang bisa ku
lakukan adalah berdamai dengan luka dan menikmati rasa sakitnya. Hingga nanti,
hingga terbiasa. Lalu benar-benar tersadar bahwa kita tak lagi ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar