Daftar Isi [Tampil]
Malam ini adalah malam
ke-7 hari nya kakak tercinta ku pergi dari dunia ini. Namanya kak Febby. Kakak
paling baik yang selalu ada untuk adiknya butuhkan. Kini alunan ayat suci pun
menggema di seluruh ruangan besar rumahku. Papah, Mamah yang selama ini telah
menemani hari-hariku pun mulai menitikan air mata kesedihan lagi tapi mereka
telah ikhlas, saat mengingat kak Febby sudah tenang dan bahagia di alam sana.
Aku yang sedari tadi duduk manis disamping Mamah pun ikut dalam tangisan itu,
tangisan yang sudah sangat aku jadikan sebagai penghapus kesepian ku selama
ini. Alunan Surah Yasin kini mulai mengalun di setiap para undangan tahlilan
ini, aku pun mulai mengikutinya sembari menghilangkan bayang-bayang masa lalu
itu.
Saat tiba pada acara intinya yaitu pengiriman do’a, aku telah menyiapkan do’a khusus yang
akan aku kirimkan kepada kakak ku, berharap kakak pasti akan senang dengan do’a
yang akan aku kirim nanti.
“Ya Allah, Ampunilah dosa dan
kesalahan pada kaka tercitaku ini. Berikanlah dia tempat yang nyaman di
sisi-MU. Lindungilah dia Ya Allah. Sebagaimana orang tuaku telah melindungiku
selama ini. Dan satu lagi sampaikanlah salam ku padanya Ya Allah… Rabbighfir
lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayanii Shaghiroo.. Rabbanaa aatinaa
fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah waqinaa a’dzaa ban naar..”.
Itulah sepetik
rangkaian do’aku untuk kak Febby. Mudah-mudahan do’aku ini akan di kabulkan
oleh Sang Pencipta. Amin.
OoOoOoO
Ketika malam mulai
larut, pengajian itu selesei sekitar pukul 23.00 WIB hampir tengah malam, aku
yang sudah tidak terasa telah tertidur pulas di tempat tidurku. Entah siapa
yang menggendongku hingga aku sampai disini.
Kulirik jam disamping
tempat tidurku dan ternyata jam ini sudah menunjukan pukul 3 pagi. Betapa
cepatnya bumi berotasi hingga waktu bisa secepat ini. Diriku yang masih enggan
membuka mataku untuk bangkit dari tempat tidur, akhirnya ku paksakan dengan
niat dalam hati dan langsung menuju kamar mandi serta mengambil air wudhu untuk
melaksanakan sholat Tahajud. Kata mamah sholat tahajud itu akan mempunyai
banyak manfaat untuk di kemudian hari esok. Kemudian ku dilanjutkan dengan
sholat shubuh.
OoOoOoO
Rasa kantuk ku lama
kelama sudah tidak terasa lagi, digantikan rasa tenang sekaligus sejuk dihati
setelah melaksanakan sholat tahajud yang telah aku kerjakan tadi.
Perlahan aku berjalan
menuju balkon kamarku untuk menyambut mentari pagi yang siap menyinari
hari-hariku. Burung berkicau bertanda aku siap mengawali aktivitas ku dengan
senyuman indah yang terlukis dari bibir manisku. Ketika ku melihat langit cerah
tak bisa ku tahan lagi senyuman
“Wahai Sang Pencipta, Dunia ini
adalah milikmu, ku hanya mampu menjaga dan merawatnya. Awalilah
hari-hariku ini dengan penuh senyuman dalam menghadapinya, dan berkahkan lah
semua apa yang akan aku kerjakan hari ini, Ya Allah . Amin.”.
Setelah ku menyapa
Sang Pencipta, ku lanjutkan dengan menyapa kakak tersayangku.
“Kakak, bagaiman hari ini?
Apakah seburuk hari-hari yang lalu? Aku rasa tidak, karena ku yakin pasti kakak
akan selalu terlihat gembira. Aku tahu, karena aku selalu ada disamping kakak
walau alam kita berbeda. Iya kah?”.
OoOoOoO
Mentari sudah bersinar
terik cukup panas, tubuh ku juga sudah mulai terasa hangat. Aku pun mulai masuk
kembali ke dalam kamar untuk bersiap berangkat ke sekolah. Kini aku duduk
dibangku Sekolah Dasar kelas 6, yang baru kemarin telah mengikuti Ujian
Nasional. Semoga saja aku lulus dengan hasil yang memuaskan, dan bisa
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
Mamah yang sedari tadi
sudah berteriak memanggilku untuk segera turun untuk sarapan pagi, hanya aku
balas dengan teriakan “Iya, Mamah. Tunggu 5 menit lagi”. dan aku pun segera
membereskan tempat tidur dan tak lupa mengambil buku harian yang terdapat di
bawah tempat tidurku. Ya, jangan heran buku ini wajib aku bawa kemana pun aku
pergi, karena buku ini sangatlah penting dan rahasia. Papah dan Mamah pun tak
pernah mengetahui apa isi dari buku itu. Yang tahu hanya aku dan kakak ku saja,
karena buku ini adalah buku perjalanan hidupku bersama kak Febby. Sedih, suka
dan duka menyelimuti kehidupanku selalu ku tulis dalam lembaran-lembaran putih
tak berdosa ini.
Setelah semuanya telah
rapih. Aku pun bergegas turun menghampiri Papah dan Mamah ku yang sedang asyik
menyantap sarapan paginya. Aku mulai menyapa kedua orang yang sangat aku
sayangi itu.
“Hai, Pah.. Mah.. Maaf
Cha-Cha telat”.
“Ia sudah. Ini cepat
makan rotinya, nanti kesiangan lagi ke sekolahnya”. Ucap Papah sembari menaruh
1 potong roti ke piring yang sudah disediakan untuk ku.
Mamah yang tadi sedang
pergi ke dapur kembali hadir dengan membawakan 1 gelas penuh susu putih
kesukaanku, susu putih ini adalah minuman yang wajib aku konsumsi setiap
paginya, sebab susu ini juga berfungsi sebagai obat untuk kekebalan tubuhku
agar tidak gampang terkena penyakit.
“Cha, diminum sampai
habis ya susunya. Jangan di sisain lagi seperti kemarin, yang ujung-ujung nya
dibuang juga tuh susunya, kan mubazir”. ujar mamahku sambil merapihkan
piring-piring bekas makan ku dan Papahku.
“Iya Mamahku sayang,
Mamahku yang cantik jelita, Mamahku yang sangat aku cintai. Tenang susu ini
akan habis dalam waktu sekejab saja. Ya gak?”. Jawabku asal. Memang aku anaknya
seperti ini sama Mamah ku senangnya bercanda terus, apalagi Papah wuihh.. gak
kebayang deh ngakaknya gimana.. hahaha..
“Ya sudah, cepat
habiskan kita akan berangkat 5 menit lagi dan jangan lupa bawa air putih yang
banyak soalnya Papah khawatir, takutnya kamu dehidrasi lagi seperti waktu itu
dan jatuh pingsan saat latihan basket kemarin”. Perintah Papahku. Semenjak
kepergian kak Febby memang aku sering sakit-sakitan sekarang. Entah kenapa, kondisi
tubuhku yang dulunya selalu sehat dan kuat sekarang lemah dan sering jatuh
sakit apalagi pingsan.
OoOoOoO
Jam sudah menunjukan
pukul setengah tujuh pagi. Aku serta Papahku pun sudah masuk kedalam mobil
kesayangan kami. Sebelumnya kami tak lupa melakukan tradisi yang sudah menjadi
turun menurun menjadi tradisi keluarga kami bila hendak pergi kemana pun. Yaitu
Cipika-Cipiki, kata anak gaul jaman sekarang artinya itu Cium Pipi Kanan dan
Cium Pipi Kiri. Sangat malu mungkin bila seumuran aku ini masih melakukan
kegiatan itu bersama orang tuanya, tapi kenyataannya tidak. Malah bila ada
temanku yang lewat hendak ingin berangkat sekolah, mereka bilang aku ini anak
yang beruntung memiliki keluarga yang seharmonis ini. Bagi aku sih tak masalah,
selagi aku masih ada bersama orang tuaku apapun akan aku lakukan.
“Mah, Cha-cha pergi
dulu yah. Dadah…”. Ucapku. Akhirnya kami pun meninggalkan rumah itu dan
menuju tempat tujuan kami masing-masing.
Disepanjang jalan ku
lirik Papah yang sedang fokus menyetir mobilnya. “Lama-lama aku jenuh. Tapi
setelah aku pikir-pikir daripada jenuh mending aku nulis diary hari ini aja
deh”. Ucap batinku.
Dear Diary..
“ Hari ini adalah hari yang
sangat membosankan. Pergi ke sekolah hanya untuk bertemu dengan teman dan
bersenda gurau saja. Apakah tidak efektif sekali bila seminggu ini kegiatannya
harus seperti itu saja? Seharusnya waktu yang sangat cocok untuk jam-jam kosong
itu lebih baik aku lakukan dengan berlibur ke rumah tante Tania dan memanen
buah Anggur kesukaanku. Mungkin bila liburan nanti kemungkinan kecil aku tidak
akan bertemu kembali dengan tante Tania, sebab tante akan pergi ke luar kota
untuk keperluan kantornya. Huh~ sangat membosankan…”.
OoOoOoO
Selesei menulis diary
hari ini, tak terasa akhirnya aku telah sampai di depan gerbang sekolahku.
Papah pun telah menghentikan mobilnya dan menyuruhku untuk segera turun.
“Oke, sudah sampai anak
Papah. Cepat turun keburu bel lho nanti”.
“Iya Pah,
Assalamua’laikum”. Aku pamit sama Papahku lalu turun dari mobil.
“Walaikumsalam”. Jawab
Papahku.
Saat langkah ku mulai
memasuki halaman sekolah, di seberang sana ku lihat 2 orang sahabat terbaik ku
sedang berlari menghampiri ku. Sepertinya mereka habis mendengar atau
mendapatkan kabar baik ataukah buruk? Entahlah, tapi sepertinya mereka akan
memberikan sesuatu untuk ku berupa sepucuk surat. Eh, surat?
Hosh.. Hosh.. Hosh…
“Cha, nih gue habis
dapat surat dari titipan fans berat loe”. Ucap Finda.
“What? Fans berat?
Sejak kapan gue punya fans? Emang gue artis yah? Hahaha… ngaco loe”. Jawab
seasalku.
“Iyah Cha-Cha, kalau
loe gak percaya nih baca aja tuh surat”. Kali ini Fani yang jawab sambil
menyodorkan sepucuk surat tersebut.
“Mana sini gue baca”.
Ucapku.
Assalamua’laikum Wr. Wb
“Bidadari manisku, bolehkah aku
mencuri hatimu untuk aku jaga dihatiku? Mungkin selama ini kau tak pernah
menyadarinya. Aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi dan lagi, seperti langit dan
matahari selalu menyatu di siang hari. Maukah kau menjadi pacarku? Bila kau
terima aku? Balas surat ini lalu taruh di belakang taman sekolah, ku akan
selalu menunggu jawaban ketulusan hatimu”.
Walaikumsalam Wr. Wb
By: Mr.X
“Hahaha… gokil banget surat nya, loe yakin ni
surat dari fans berat gue?”. Tanya ku pada mereka yang sedari tadi bengong
melihat gelagat anehku seperti ini.
“Bener kok Cha, masa
iya sih kita pada bohong sama loe? Emangnya tuh surat isinya apa Cha?”.
Sepertinya mereka pada penasaran sama isi surat ini, tapi aku sengaja untuk
menyembunyikan dulu dari mereka. Takutnya mereka akan bilang ke anak yang
lainnya bahwa aku sedang di tembak sama seseorang misterius tersebut.
“Uhm, kata loe kan ni
surat dari fans gue. Makanya gue gak kasih tau apa isi surat ini. Privasi beb,
sorry yah. Tapi gue janji kok suatu saat nanti gue akan kasih tau apa isi surat
ini. Janji?”. Ucapku, sambil mengangkat kedua jariku membentuk huruf V.
“Sip..”. Kata mereka.
Setelah ribut dengan
masalah surat itu, akhirnya kami pun segera menuju kelas kesayangan kami yang
sebentar lagi akan menjadi kelas untuk adik-adik kelas kami nanti.
OoOoOoO
Saat sesampainya
dikelas, aku langsung duduk di kursi yang sudah menjadi favoritku akhir-akhir
ini. Yaitu di belakang paling pojok, entah kenapa aku merasa nyaman bila duduk
di tempat itu. Sahabat-sahabatku malah memilih tempat duduk paling depan,
mungkin mereka rasa tempat itu yang paling nyaman daripada duduk di belakang,
paling pojok pula.
Setelah itu, aku
langsung mengambil sepucuk surat tadi lalu membacanya ulang. Hingga aku tahu
jawaban apa yang cocok untuk aku jawab surat ini nanti.
“Hai Cha, sedang apa
kamu? Sibuk yah?”. Tanya temanku Faiz.
“Eh, Faiz ngagetin aja
sih kamu. Engga kok”. Jawabku.
Faiz ini adalah
sahabat laki-laki ku sejak kecil, orang tua kami pun sudah mengenal satu sama
lain lebih dekat. Faiz anaknya baik, sopan dan pintar. Tak ada salahnya juga
kan kalau dulu aku pernah ada rasa sama Faiz. Namun rasa itu hilang dengan
sendirinya saat aku tahu Faiz telah ada yang memilikinya. Namanya Vivi. Dia
beda kelas sama kami, walaupun begitu Vivi sering kok main ke kelas kami untuk
sekedar bertemu dengan Faiz dan mengajak sahabatnya yang berada disini untuk
pergi ke kantin atau ke taman belakang sekolah. Huft… Mungkin cintaku ini belum
bisa tersampaikan olehnya tapi dibiarkan hilang begitu saja.
“Cha, hari ini kamu
ada jadwal gak?”. Tanya Faiz padaku.
“Sepertinya sih gak
ada, tapi aku ada urusan sepulang sekolah nanti. Memangnya ada apa?”.
“Eh, engga kok. Aku
Cuma mau ngajakin kamu ke toko buku yang baru dibuka kemarin. Mau yah? Katanya
sih buku-buku disana bagus-bagus, makanya aku ajak kamu. Kebetulan kamu kan
senang baca buku kan?”. Hilmi sepertinya sedang memohon agar aku ikut ke toko
buku tersebut.
“Uhm, bagaimana yah?
InsyaAllah deh kalau aku bisa, nanti aku ikut ke toko buku itu. Oh ya, kamu
ngajak aku gak salah nih? Seharusnya kan kamu ngajak Vivi aja, dia kan pacar
kamu?”. Kataku.
“Tadi sudah aku ajak
dia, tapi dia menolak. Katanya sih dia mau ada acara keluarganya yang lebih
penting daripada pergi ke toko buku bersamaku”. Ucap Hilmi, dari ucapannya
barusan ku lihat raut kesedihan dari wajahnya.
“Tapi tak apa lah,
mungkin benar kata Vivi pergi bersama orang tuanya lebih penting daripada ke
toko buku bersama ku”. Sambung Hilmi.
“Memang benar sih”.
Ucap batinku.
Selanjutnya kami
berdua pun larut dalam obrolan biasa, canda tawa tak lepas dari selingan
pembicaraan kami.
OoOoOoO
Tak terasa jam sudah
menunjukan pukul 09:25 yang artinya 5 menit lagi akan terdengar bel yang
berdering pertanda kami semua boleh pulang dari sekolah ini. Sepertinya aku
sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok misterius yang tadi mengirim surat
pernyataan cintanya padaku. Kini aku sudah menyiapkan jawaban yang tepat untuk
ku jawab surat itu.
Dengan tergesa-gesa
aku segera berjalan menuju taman belakang sekolahku. Sungguh aku benar-benar
tidak sabar ingin mengetahui siapa orang yang mengirim surat tadi.
Saat sesampainya
disana, memang sudah terlihat sesosok laki-laki yang sedang duduk
membelakangiku. Oh tidak! Sepertinya aku kenal orang ini. Tapi siapa yah?
Eh…
Nafasku tercekat
ketika ku mengetahui siapa orang yang mengirim surat itu dan orang yang kini
sedang berdiri berjalan menghampiriku. Ya, orang itu adalah sahabat dekatku
sendiri yaitu Hilmi! Ya Tuhan.. Seperti dunia ini sudah tak berputar lagi.
Ingin rasanya aku berteriak sekeras mungkin mengingat siapa orang yang kini
sedang berada di depanku.
“Hai Cha, senang
bertemu denganmu kembali disini. Bagaimana dengan jawabanya?”.
Glek..
Aku pun menelan saliva
ku banyak-banyak, mengumpulkan segenap jiwa dan raga ku agar tidak terlihat
gugup di depannya. Entah aku harus mengatakan apa saat ini, yang jelas aku
masih belum percaya bahwa orang yang telah menyita hatiku itu adalah Hilmi,
sahabatku sendiri. Tapi? Bagaimana dengan Vivi? Apakah mereka berdua telah
putus? Mungkin.
“A..a..a Hai juga,
senang bertemu kembali dengan mu Hilmi”. Perkataanku barusan sontak membuat aku
makin gugup.
“Baiklah, mungkin kamu
belum bisa percaya saat ini. Tapi aku yakin esok dan hari berikutnya kamu pasti
sadar bahwa sosok pangeran itu adalah aku”. Ucap Hilmi santai.
Yang diajak bicara
malah diam dan diam, Hilmi makin bingung dengan tingkahku.
“Oya, bagaimana dengan
tawaranku tadi? Mau yah?”. Tanya Hilmi padaku.
“He’em, baiklah. Aku
mau, tapi bisakah kau jelaskan dulu semua ini padaku?”. Tanyaku lagi.
“Baiklah, tapi akan ku
jelaskan nanti sepulang dari toko buku itu. Bagaimana?”. Hilmi meminta
kepastiannya padaku, yang pada akhirnya aku jawab.
“Sip..”. ucap ku
kembali.
OoOoOoO
Sesampainya di toko
buku, aku langsung memilah-milih buku dibagian rak bacaan novel. Tak disangka
buku-buku disini bagus dan menarik untuk kita baca, pada akhirnya aku menemukan
sebuah novel menarik yang berjudulAndai Kau Kembali.
Sepertinya novel ini bagus untuk ku. Dengan gembira aku menghampiri Hilmi yang
sedang asyik membaca komik Naruto kesukaannya.
“Mi, kamu udah dapat
komiknya?”.
“Udah, kalau kamu
sih?”. Tanya Hilmi.
“Udah juga, aku milih
novel. Judulnya ini…”. Jawabku sambil memberikan novel tadi kepada Hilmi untuk
dilihat judulnya.
“Sepertinya bagus
tuh? Andai Kau Kembali”. Hilmi memberikan kembali novel itu
padaku, lalu kami segera membayarnya lalu pulang ke rumah. Karena hari sudah
nampak sore, yang ada nanti malah aku dicariin Papah dan Mamah lagi.
OoOoOoO
“Hati-hati yah Hilmi,
salam buat keluarga dirumah”. Kataku, sambil melambaikan tangan dari kejauhan
sana.
“Iya, salam balik juga
yah… Dadah…”. Ucap Hilmi, dari kejauhan sana juga. Ya, kini aku sudah sampai di
istana rumahku. Tadi Hilmi yang mengantarkan nya sepulang dari toko buku
tersebut. Dia memang anak yang baik.
Saat aku mulai membuka
kenop pintu rumahku, aku melangkah perlahan-lahan dan tertatih-tatih namun
tiba-tiba terhenti begitu saja saat aku melihat seluruh ruangan rumah ini.
Bagaimana tidak, diujung sana dan diatas sana sudah dihiasi oleh balon-balon
berwarna-warni dan pita-pita hias menghiasi di setiap sudut rumah ini. Aku
semakin bingung dan bertanya-tanya, ada apa ini?
Aku pun melanjutkan
langkah ku menuju tangga untuk segera sampai ke daam kamarku.
Sesampainya di kamar,
aku langsung menghempaskan tubuhku ke kasur kesayanganku. Mengingat betapa
lelah nya hari ini, dan betapa bahagianya hari ini. Seperti waktu ini tak boleh
berlalu begitu saja. Kebahagianku ini mengingatkan ku pada kak Sari. Seulas
memori kembali membayangi pikiran dan ruang kosong hatiku. Ingin rasanya
memutar kembali waktu yang telah terlewati, rasa rindu itu kini kembali
menghantarkan hatiku luluh akan dunia yang Fana. Aku
menyadari itu. Bahwa hidup di dunia ini tidak lah abadi, tapi ijin kan lah aku
bertemu kembali oleh kakak tersayangku itu untuk sekedar berpeluk dan
menyapanya, walau itu hanya sekejab saja.
Air mata ini tak
terbendung lagi saat aku mulai mengatakan “Aku Rindu Kakak dan Andaikan
Kau Kembali Kak..”. Hanya sebuah kata itu pun aku bisa menangis
seperti ini, apalagi bertemu dengan nya? Sungguh aku tak kuasa lagi menahan
gejolak kebahagian itu.
Oh iya. Aku hampir
lupa dengan novel yang ku beli tadi bersama Hilmi. Segera aku mengambil tas ku
dan langsung membuka plastik segel tersebut dan mulai membacanya.
Dari segi sinopsisnya
memang menarik, sepertinya novel ini sama persis dengan perjalan hidupku. Namun
ada sedikit yang berdeda yaitu bila di novel tersebut menceritakan seorang adik
sepupu yang kehilangan kakak sepupunya, meninggal karena sakit parah. Bila
dalam kehidupanku seorang adik yang kehilangan kakak tercintanya pergi untuk
selamanya. Novel ini sangat menarik, baiklah akan ku baca setelah makan malam
nanti. Kali ini aku akan beristirahat dulu sejenak untuk menghilangkan rasa
lelahku.
OoOoOoO
Mentari telah berganti
rembulan, cahaya terangnya telah tergantikan oleh cahaya malam yang siap
menghiasi mimpi-mimpiku. Tak terasa aku telah kembali Fresh setelah tadi beristirahat cukup lama.
Aku pun segera turun
menghampiri Mamah untuk mengatakan kabar gembira yang telah aku rasakan siang
tadi.
Namun setibanya aku di
bawah, tiba-tiba lampu di seluruh ruangan tamu menjadi gelap tak ada cahaya.
Aku semakin takut.
“Ada apa ini semua?
Kemana perginya mereka semua? Papah, Mamah dan Bi Inah? Apa jangan-jangan
mereka sengaja meninggalkan ku sendiri di rumah ini? What the hell? Mereka tega
yah?”. Pertanyaan bertubi-tubi aku lontarkan pada diriku sendiri.
Ketika aku telah
sampai di lantai bawah, aku segera berjalan menuju tempat saklar rumahku untuk
menyalakan seluruh lampu ini agar terlihat terang.
Ceklek…
Dan tiba-tiba saja…..
“SURPRIZE!!! Selamat
ya anak ku sayang, kamu hebat. Papah bangga sama kamu, akhirnya cita-cita kamu
sebagai penulis bisa terwujudkan. Kamu menang Cha, kamu menang lomba menulis
tingkat Nasional kemarin…”. Ucap Papah bangga.
“Ah, yang benar Pah?
Memang iya Mah?”. Aku berbalik bertanya pada Mamahku.
“Iya sayang kamu
menang, ini surat pemberitahuannya”. Mamahku memberikan sebuah surat berupa
amplop putih dan aku mulai membacanya.
Benar, memang benar
surat ini mengatakan bahwa aku menang lomba menulis cerita tingkat Nasional
kemarin, yang artinya aku bisa mewujudkan impianku menjadi seorang penulis
cilik yang terkenal. Dengan bahagianya aku langsung memeluk kedua orang tuaku
ini untuk menyampaikan banyak terima kasih yang tak terhingga karena telah
memberikan suportnya padaku, hingga aku bisa sukses seperti ini.
Akhir dari masalah
yang telah keluarga kami hadapi ini adalah mimpi-mimpi ku semua, yang artinya
kami sekeluarga bahagia selalu. Mungkin akan lebih bahagianya lagi, bila satu
orang di keluarga kami hadir dalam keheningan malam keluarga ini.
“Andai kau kembali Kak….”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar